Senin, 21 Desember 2015

Momongan oh Momongan

      Demi mendapatkan momongan, ibu rela bertaruh nyawa. Ibu bagai akar pepohonan; memberi dalam hening, rela terpijak dan terbenam agar pepohonan hidup subur. Ketika daun makin subur, bunga kian mekar, dan buah kian ranum, akar hanya tersenyum mengendap—dalam senyap.

“Anak baik yang dijadikan tamu istimewa oleh orang tuanya,”. “Momongan yang tak cuma dibesarkan dengan omongan,”, yang terlahir dalam keridaan dan di jalan yang di ridai-Nya, insya Allah tahu berbalas budi karena sadar: Tanpa akar, pohon akan kering dan meranggas.

        Teringat kisah Robby, anak usia 11 tahun,yang didaftar ibunya untuk ikut les piano di Iowa. Ketika ditanya mengapa mau kursus, jawabannya sederhana, “Karena ibu selalu ingin mendengarku bermain piano.”

       Semula tak terlihat bakat yang hebat dari Robby, dan selama latihan ia cuma biasa-biasa saja. Yang diingat oleh guru hanya ketika anak itu diantar dan pulang, selalu dari jauh ibunya melambaikan tangan, memberikan senyum manisnya.

       Dan pada satu saat, Robby tak muncul-muncul lagi, dan gurunya bukannya sedih tapisenang karena tahu Robby tidak terlalu mampu bermain musik. Tetapi ketika hari-H pertunjukan, Robby tiba-tiba muncul dan memaksa untuk bermain. Tak ingin menyakiti hati Robby, sang guru membolehkannya tampil terakhir agar sang guru bisa mengoreksi kesalahannya. Apa yang terjadi?

       Robby sangat lincah dan mampu memainkan jemarinya di atas tuts piano, memainkan Mozart’s Concerto #21dalam C Mayor yang sangat menakjubkan! Sang guru langsung memeluk dengan air mata bangga. “Bagaimana kamu bisa bermain sehebat itu?”

       Melalui pengeras suara, Robby berujar, “Ibu masih ingat kan, saya pernah bilang ibu saya sakit? Sebenarnya dia kanker, dan meninggal pagi tadi. Dan sebenarnya,ibu saya selalu mengatakan ingin mendengar saya bermain piano, padahal ibu saya tuli sejak lahir. Jadi hari ini, saya bermain piano, dan inilah hari pertama saya percaya ibu saya mendengar saya bermain piano dari surga di atas sana.”

***

      Cinta ibu yang diridai-Nya akan berbalas cinta momongan. Cinta suci di dalam jalan suci akan berbalas dan akan terbalas dengan cinta yang suci.

“Tak mesti menjadi ibu biologis, tetapi tetap bisa menjadi ibu mulia dengan menjadi ibu yang sosiologis. Hanya orangkuat yang diberi cobaan Yang Maha Kuasa.”

     Dan untuk kita semua, sudahkah kita menyenandungkan doa dan “lagu cinta” di telinga ibu kita tercinta, malam ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar