Sabtu, 19 Desember 2015

IBU

Beratnya proses kehamilan dan melahirkan sudah digambarkan semua narsum[narasumber] dan juga dr. Boyke.

        Peristiwa melahirkan terjadi setiap hari, sehingga banyak orang menganggapnya tidak lagi sebuah keistimewaan; hanya dianggap sebagai sebuah ritual biasa.Tapi tahukah, jumlah angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi?

         Survei Demografi dan Kesehatan 2012 menunjukkan, angka kematian ibu melahirkan: 359 orang/100.000 kelahiran. Jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang “cuma”228/100.000 kelahiran hidup.

         Sebuah fakta miris yang makin menguatkan bahwa proses melahirkan, ada sosok mulia yang berjuang di antara hidup dan mati demi kehadiran si buah hati: ibunda, namanya. Dan tidak berhentisampai di situ. Ketika kelak anak yang dilahirkannya lapar dan dahaga, tangan ibu yang lembut menyuapi dan memberi minum. Ketika sang buah jiwa riang gembira, tangan ibu yang tengadah syukur memeluk erat dan dengan deraian air mata bahagia. Tatkala sang anak terisak apalagi mengeluarkan tangis, tangan ibu-lah yang hangat sesegera mungkin mengusap air mata. Saat anak mandi, tangan ibu yang mengguyurkan air ke seluruh tubuh, membersihkan segala kotoran di tubuh sang anak. Ketikaanak diterpa masalah dan musibah, tangan ibu-lah yang langsung membelai dan mengusap punggung seraya berkata, “Bersabar, anakku tersayang.” Namun ketika ibu sudah renta dan diterpa rasa lapar, kerap tiada tangan dari anaknya yang menyuapi. Dengan tangan bergetar, ibu suapkan sendiri makanan ke mulutnya dengan linangan air mata.

Saat bunda didera sakit, di mana tangan anak yang bunda harapkan dapat merawatnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut kehangatan?

       Tatkala ibu berpulang, nyawa terbang kembali ke Pemiliknya dan jenazahnya hendak dimandikan, di mana tangan anakyang ibu harapkan untuk memandikan jenazahnya terakhir kali seperti saat ia memandikan sang anak di waktu kecil?

        Sentuhan tangan ibu yang mengantarkan kita ke dunia, yang bisa membawa kita masuk ke surga, kerap kali kita lupa membalasnya meski ia tak pernah meminta.

Teringat penggal puisi pendek Rini Intama:

“Lupa pada warna senja yang sebentar lagi turun

Suara ibu memanggilku hingga suara serak berdahak

Lamat menghilang dalam pekat awan yang berserak

Secangkir air mata panas tumpah menyiram hatiku

Malam, kutanya di mana ibu ?

Ayah berbisik, sudah di surga sore tadi, nak...”***

Sebelum itu terjadi karena itu pasti terjadi,sudahkah kamu menyapa ibumu malam ini, sosok yang melahirkanmu, atau mencium keningnya dan mendoakannya?

Selamat malam, ibu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar